Ditegur Istri Gara-gara Baca Buku


Membaca Buku (www.manitoba.cmha.ca)

Membaca Buku (www.manitoba.cmha.ca)

Ini peristiwa kecil beberapa waktu lalu. Gara-gara membaca buku Philip K. Hitti History Of The Arabs setebal hampir 1000 halaman hingga dini hari saya ditegur istri. Sebuah teguran wajar dan manusiawi. Menandakan bahwa istri masih sayang dan peduli pada sang suami. Juga merupakan sinyal pada suami agar tidak mementingkan diri sendiri selepas aktivitas kerja kantor. Bagaimanapun, di luar sekedar hobi baca buku masih ada istri yang perlu ditemani, diajak intens bicara, dipeluk-cium mesra, dan di-“gemateni”.

Pangkal soal teguran, kalau sudah serius membaca buku kadang saya memang tidak ingat waktu. Pula terkesan cuek pada lingkungan sekitar baik didalam rumah maupun luar rumah. Anak bungsu yang masih usia 3 tahun mengompol di ranjang, misalnya, terkesan masa bodoh. Padahal benar kata istri, mengganti busana anak ngompol bukan hanya urusan istri saja melainkan juga suami. Menjadi urusan bersama. Termasuk sebagaimana saya singgung diawal tulisan, suami hendaknya peduli pada istri.

Ada lagi persoalan yang dianggap serius istri. Ia menegur bukan semata-mata soal membaca bukunya itu, melainkan oleh satu hal. Yakni dentaman musik klasik yang mengiringi saya membaca buku itu. Bersandar di sofa, mata menatap bacaan namun telinga tajam menghayati musik yang mengalun. Jemari tangan kadang tidak sadar diayun-ayunkan menari mengikuti irama musik.

***

Cover Belakang DVD Simponi No 9 Beethoven (dwiki dok file)

Cover Belakang DVD Simponi No 9 Beethoven (dwiki dok file)

Rumah pribadi saya tergolong kecil. Disamping kiri kanan berdempetan rumah tetangga. Coba bayangkan. Pukul 02.00 wib dinihari, dari speaker aktif yang nangkring di atas buffet menghentak-hentak Simponi Nomor 9 in D minor , Op. 125 “Choral” dari komponis Ludwig van Beethoven. Baik diputar melalui CD atau DVD. Apalagi jika konduktor yang mengiringi Herbert von Karajan yang sangat berwibawa itu.

Sekalipun menurut saya volume speaker telah diatur menurut sikon, tapi menurut istri masih terdengar “keras” dan berpotensi mengganggu ketenangan istirahat tetangga sebelah. Sejatinya belum pernah pula saya dengar komplain soal ini dari tetangga sebelah.

Alunan irama simponi Beethoven itu naik turun (tidak menentu bagi yang kurang memahami). Pada bagian tertentu, suara alat-alat musik atau vocal penyanyi komposisi klasik yang terkenal dengan “Ode to Joy” ini sangat halus nyaris tidak terdengar. Namun dibanyak bagian lain lantunan dari alat musik maupun beberapa penyanyi tenor, soprano dan lain-lain cukup bertenaga. Menghentak-hentak. Berkumandang megah memenuhi ruangan dan spektakuler.

Simponi ini melambangkan persaudaran antar manusia yang universal. Bait-bait puisi yang dinyanyikan paduan suara dan penyanyi diambil dari karya Friedrich Schiller ( 1776 – 1788) berjudul „An die Freude“. Kemudian dipilih oleh Ludwig van Beethoven dan disusun sedemikian rupa untuk dijadikan bagian penutup Simfoni No. 9 yang amat terkenal ini.

Mendengarkan masterpiece simponi Beethoven ini, seakan kita diajak untuk bersuka-ria dan bergembira karena kita semua sama. Menyiratkan pula suatu ajakan untuk terus maju dengan gembira di jalan yang kita pilih. Ajakan untuk mengenali kekuatan Sang Maha Perkasa yang ada di balik semua kegembiraan itu. Oleh karenanya, tak salah pula jika simfoni ini dijadikan „lagu kebangsaan“ Uni Eropa dan Jerman Bersatu.

Di luar Beethoven, musik klasik yang kerap saya putar larut malam yakni karya komponis kelahiran Czekoslovakia Bedrich Smetana bertitel “Ma Vlast”. Dimainkan oleh Vienna Philharmonic Orchestra dengan konduktor Rafael Kubelik. Mendengarkan komposisi ini, seolah-plah kita diajak Smetana berkeliling sebuah negeri yang elok, indah permai, kaya-raya dan damai. Sebuah komposisi yang sarat dengan pesan kecintaan pada tanah air.

Smetana Ma Vlast Vienna Philharmonic Orchestra (dwiki dok file)

Smetana Ma Vlast Vienna Philharmonic Orchestra (dwiki dok file)

Berkebalikan dengan Simponi Nomor 9 Beethoven yang menghentak-hentak, alunan komposisi klasik yang diracik Smetana ini cocok buat orang-orang yang ingin menenangkan pikiran. Ada dataran kedamaian yang terbentang luas untuk melabuhkan galau pikiran dan hati, manakala kita meresapi irama-irama lembut teratur dari komposisi Smetana ini.

***

Kembali pada fokus tulisan, frekuensi memutar musik klasik di dini hari dengan speaker aktif sudah jauh saya kurangi akhir-akhir ini. Paling kalau gatal, saya hanya mendengarkan melalui volume televisi atau laptop. Walau, rasanya ada sesuatu yang kurang bila kita mendengarkan musik klasik dengan suara mono. Kurang megah, kurang mengaduk-aduk perasaan dan pikiran serta kurang asyik.

Soal membaca bukunya hingga dini hari? Aktivitas satu ini istri sudah angkat tangan. Menyerah. Sebab, begitu sudah tertarik dengan sebuah buku yang baru saja dibeli atau buku lama di rak almari, dan serius membaca nampaknya istri “sudah mahfum”. Toh saya juga pernah mengatakan soal ini tidak setiap malam dilakukan.

Namun demikian, ada nuansa perbedaannya. Lantaran teguran istri yang lebih dari satu kali itu, saya berkompromi dengan keadaan. Harus care pada intern dan ekstern lingkungan. Bagaimanapun saya sadar, hidup di tengah masyarakat tidak bisa egois. Merasa bahwa semuanya biasa-biasa saja dan berjalan lancar di atas rel semestinya, padahal bisa jadi ada orang lain yang menganggap kita sudah tidak biasa dan melenceng dari rel.

Untung saja baru sebatas ditegur istri, coba kalau ada tetangga dini hari buta datang ke rumah menegur dan mengajukan protes kan urusan bertambah runyam. He..he..he…

*****

Dwiki Setiyawan, suka buku dan suka musik tapi tidak bisa memainkan alat musik. Anggota komunitas Blogger Kompasiana.

Tentang Dwiki

Simpel dalam menatap hidup dan menapaki kehidupan!
Pos ini dipublikasikan di Jejak Langkah dan tag , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

6 Balasan ke Ditegur Istri Gara-gara Baca Buku

  1. sobatsehat berkata:

    gemar membaca ya kang

  2. Fanda berkata:

    hehehe…sama nih mas Dwiki! Kalo sedang asyik baca buku bisa ‘lupa lingkungan’. Dan sama juga sering dimarahi. Bedanya yang marahin aku mamaku, karena beliau jadi gak ada yang bantu tuk ngurusin rumah tangga… Itulah kekuatan buku ya?

  3. dira berkata:

    Sama, kalau lagi baca, sampe lupa kalo lagi megang buku (maksudnya ketiduran, hehe..). Salam.

  4. Ping balik: Membaca: Dari Hobi Menjadi Kebutuhan « Ide Adie

  5. Blog'nya Tante berkata:

    yah… kalo saya ditegur gara2 baca buku sinchan… namanya juga kebiasaan yang sudah menjadi hobby sejak masih kanak kanak…. hehe.. 😀

  6. boyin berkata:

    salam kenal kang, dari penggila buku…

Tinggalkan komentar