Fenomena Masjid yang Kokoh Berdiri di Tengah Bencana


Pasca Tsunami Aceh 2004 credit foto: www.boston.com

Pasca Tsunami Aceh 2004 credit foto: http://www.boston.com

Hari Jum’at (27/3/2009) media massa elektronik dan portal berita ramai memberitakan musibah bencana banjir bandang akibat jebolnya tanggung Situ Gintung di Cireundeau Tangerang. Hingga postingan dipublikasi di blog ini tercatat 98 orang tewas dan puluhan lainnya hilang belum diketemukan, serta ratusan rumah penduduk yang roboh atau rusak diterjang banjir bandang.

Media televisi dalam acara “breaking news” berkali-kali menampilkan tayangan gambar lokasi jebolnya tanggul disertai narasi tentang “keanehan” dan “keajaiban” masih kokoh berdirinya Masjid Al-Barkah yang hanya puluhan meter saja dari lokasi jebolnya tanggul. Pun halnya pemberitaan di portal berita dari beberapa yang sempat saya baca, juga menyoal tentang fenomena tersebut.

Soal masih berdiri kokohnya masjid atau tempat peribadatan lainnya di tengah bencana bukan kali ini saja menjadi berita yang menarik. Saat Tsunami menerjang Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Desember tahun 2004 dan gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah pada akhir Mei 2006, soal ini juga menjadi pemberitaan menarik.

Hanya sayangnya, pemberitaan Tsunami Aceh dan gempa bumi Yogyakarta itu tidak dibarengi pula oleh berapa sesungguhnya tempat-tempat ibadah lain yang juga roboh akibat bencana besar tersebut. Bagi wartawan, mungkin soal itu tidak menarik dan tidak layak berita.

Di luar hal-hal yang dianggap orang sebagai sebuah keajaiban, sesungguhnya fenomena masih berdiri kokohnya masjid atau tempat peribadatan lain di tengah bencana semacam banjir bandang, tsunami atau gempa bumi dapat diterangkan oleh alasan-alasan logis. Yang sama sekali tidak ada sangkutpautnya dengan dengan hal-hal magis dan ajaib, kecuali jika pembaca masih mempercayai dengan tingkat keimanan tertentu atas fenomena tersebut.

Kalau bentuk bangunan masjid sudah tua dan struktur bangunan hanya terdiri dari campuran batu merah, tanah dan pasir, seperti sebuah masjid di tepi sungai Opak dekat kediaman mertua saya di Blawong Jetis Bantul maka tetap saja roboh oleh gempa bumi yang mengguncang kuat saat itu. Atau pernah juga saya baca di sebuah media cetak tentang runtuhnya bagian dalam sebuah masjid lantaran pengurukan tanah sebelum pembangunan yang asal-asalan.

Sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) alasan logis, mengapa sebuah bangunan masjid atau tempat peribadatan agama lainnya masih kokoh berdiri di tengah sebuah bencana.

Pertama, siapa orang yang berani mengkorupsi dana proyek pembangunan masjid? Sebagai tempat ibadah, sudah barang tentu pimpinan proyek pembanguinan masjid tidak akan berani mengkorupsi dana pembangunan yang telah dikumpulkan dari sumbangan para warga dengan susah payah. Kalaupun dana proyek pembangunan masjid itu berasal dari seorang donatur, pemerintah, lembaga, instansi dan sebagainya, semua pihak yang terlibat dalam pembangunan masjid tidak ada satu pun yang berani menyalahgunakan dana yang telah ada. Kecuali jika ada yang ateis (tidak mempercayai akan adanya Tuhan).

Bagi mereka yang terlibat aktif proyek pembangunan masjid atau tempat ibadah lainnya, ada motif lain di luar hal-hal yang bersifat keduniaan. Mereka ingin mendapat ganjaran pahala dan rahmat, karunia, berkah dari Sang Pencipta. Mereka juga takut akan murka dan terputus rezeki dari-Nya. Motif ganjaran pahala untuk bekal  nanti di akherat dan takut akan murka-Nya itulah alasan mendasar orang takut menyelewengkan dana proyek tempat ibadah. Pada gilirannya, material-material pembangunan tempat ibadah itu dipilih yang terbaik dan bestek sesuai rencana awal.

Kedua, memang dari awalnya struktur bangunan masjid sudah didisain kokoh. Arsitek atau perencana proyek sudah jauh-jauh hari mendisain sebuah struktur bangunan masjid yang kokoh. Sebagai bangunan publik yang acap digunakan sebagai sarana peribadatan, para aristek sudah menghitung secara detail hal yang berkaitan dengan fondasi, bentuk dan luas bangunan serta kapasitas yang dapat menampung jamaah dan sebagainya,

Sesungguhnya pemukiman di perumahan yang dibangun developer properti juga didisain sebagai tempat tinggal yang kokoh, namun karena kontraktor atau pelaksana teknis ingin untung besar maka banyak material yang digunakan dan standar pembangunan rumah itu di luar apa yang didisain arsiteknya. Sebagai akibatnya, para penghuni beberapa tahun berselang harus sudah merenovasi rumah yang dibeli lantaran sudah reyot dan rapuh.

Ketiga, letak strategis masjid. Sebagian besar masjid atau tempat ibadah lain berdiri berlokasid i tempat strategis. Setidaknya bangunan itu memiliki ruang terbuka berupa halaman depan, belakang, dan samping yang cukup luas. Dalam banyak kasus musibah banjir bandang atau tsunami, posisi bangunan yang memiliki ruang terbuka luas ini relatif aman dari terjangan air bah. Belum lagi bila sekeliling masjid berdiri pohon-pohon besar yang rindang sebagai benteng alam penahan air bah.

*****

Versi awal postingan ini telah dimuat Kompasiana pada Jum’at 27-3-2009. Sedangkan postingan di blog ini ada sedikit editing, terutama menyangkut data jumlah korban dan penambahan image.

Tentang Dwiki

Simpel dalam menatap hidup dan menapaki kehidupan!
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized dan tag , , , , . Tandai permalink.

26 Balasan ke Fenomena Masjid yang Kokoh Berdiri di Tengah Bencana

  1. sweety berkata:

    berpikir logis tentang mengapa masjid tidak roboh karena tsunami boleh aja, tapi jgn lupa klu itu smua kehendak ALLAH…

  2. Rakyatmalaysia berkata:

    KEBESARANMU..TUHAN

  3. andoko berkata:

    saya dulu pun berpikir karena konstruksinya kuat…

    tapi ternyata setelah paman saya jadi kontraktor pembangunan rumah pasca tsunami…ternyata anggapan saya salah…
    ada surau dari kayu juga kokoh berdiri…

    dalam hidup ini berlogika sah-sah saja…tapi ada tempat dimana logika tidak sanggup menjangkaunya…

Tinggalkan komentar